Ketika persediaan batu bara dan minyak bumi habis, dapatkah kita memenuhi seluruh kebutuhan daya kita dari energi surya, yang seolah-olah tidak ada habisnya?
Barangkali tidak, yakni jika yang kita maksudkan adalah membuat listrik menggunakan panel-panel surya. Memang benar bahwa cahaya matahari sangat berlimpah, tetapi menangkap dan mengubahnya secara efisien masih menjadi masalah.
Setiap hari, matahari memancarkan sinar-sinarnya ke permukaan bumi dan menghamburkan energi yang setara dengan tiga kali konsumsi tahunan dunia. Artinya guna memenuhi kebutuhan tersebut kita harus menangkap dan mengubah cahaya matahari yang jatuh pada sekitar sepersepuluh persen permukaan bumi. Sepintas lalu ini sedikit, padahal panel surya yang dibutuhkan harus seluas 470.000 km, yaitu kira-kira seluas daratan Spanyol. Angka tersebut masih harus dikali dua karena setiap hari separuh bumi selalu gelap, dan pada siang haripun kadang-kadang ada awan yang menghalang-halangi sinar matahari.
Tetapi, jika kita merenungkan lebih dalam, semua sumber energi kita dewasa ini berasal dari matahari, dengan pengecualian: energi nuklir, yang cara pembuatan nya baru kita temukan sekitar enam puluh tahun silam. Reaksi nuklir dalam bentuk fusi nuklir adalah proses pembuatan energi yang juga terjadi di matahari. Maka untuk sederhananya sesungguhnya hanya satu sumber energi di alam semesta: reaksi nuklir. Bahkan panas di dalam bumi, energi bagi gunung-gunung berapi dan kolam air panas didapatkan dari energi nuklir dari mineral-mineral radioaktif.
Tetapi, sampai kita tahu cara membuat energi nuklir sendiri di bumi, kita harus mendapatkan jatah energi nuklir angkasa kita melalui perantara : sang surya. Matahari mengubah energi nuklir nya menjadi panas dan cahaya bagi kita, dan semua sumber energi kita dewasa ini pada hakekatnya berasal dari panas dan cahaya. Itulah yang kita sebut energi surya dalam pengertian yang sesungguhnya.
( dari Robert L. Wolke dengan perubahan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar